Jumat, 02 Agustus 2013

H U J A N


bagi kami perempuan, satu kenangan kecil nan manis, dapat membuat sejarah seumur hidup yang indah unuk disimpan, dikenang, dinanti dan terpendam”


Aku senang sekali berada di Centro Coffee,café  milik mas Yusa ini tempatnya hommy dan selalu bisa membuatku tenang meski sebelum aku datang membawa perasaan kacau dan galau sekalipun. Aku juga mempunyai tempat favorite saat berada di café ini, tempat duduk yang berdekatan dengan pintu masuk dan jendela kaca tembus pandang ke jalanan luar yang membuatku betah berlama-lama di tempat ini. Terlebih jika hujan sedang turun, aku seperti berada di suatu tempat lain yang jauh tapi tidak asing bagiku.

Hari ini aku kembali mendatangi Centro Coffee untuk yang ke-dua kalinya, setelah siang tadi aku sempat menunggu Dito tapi ia tak kunjung datang, sampai aku menghabiskan 2 cangkir vanilla latte favoritku. Dito adalah sahabat masa kecilku yang baru saja kembali ke Indonesia 2hari lalu, dan hari ini dia berjanji akan menemuiku disini. Berawal dari kebersamaan kami saat di bangku Sekolah Dasar, persahabatan kami berlanjut hingga kami dewasa, dan harus terpisahkan benua saat Dito mengikuti ayahnya yang seorang Diploma pindah untuk bertugas di Paris. Hampir 10tahun kami tidak pernah berjumpa, harusnya hari ini kami bisa berjumpa kembali. Jangan ditanya bagaimana rasa rinduku, semua ingin aku uraikan dengan kata-kata tapi entah harus kumulai darimana. Ingin aku bernyanyi karna senang akan bertemu sahabat kecilku yang juga telah mencuri hati kecilku.

“masih nunggu orang lagi Ran?” Tanya mas Yusa membuyarkan lamunanku

“eeh..iya mas, tapi kayaknya mau hujan deh, enggak tahu deh jadi datang atau enggak…” kataku sambil menaap langit yang mulai menghitam.

Pertemuanku dengan Dito dimulai saat kami berusia 6 tahun, dahulu aku paling cengeng dari teman-teman sekelasku, dan pada saat kegiatan suntik imunisasi bagi murid kelas 1, aku menangis ketakutan untuk disuntik, bahkan sampai 2 guru yang harus menggendong dan membujukku untuk disuntik. Diruang UKS yang digunakan untuk suntik imunisasi ada seorang bocah laki-laki yang kulihat dari balik gendongan ibu guru yang menggendongku, wajahnya sama ketakutannya, aku masih mengingat matanya juga sembab sepertiku. Apa dia menangis?

Hari itulah pertama kali aku bertemu dan mengenal DIto Abimanyu, teman satu kelasku yang tidak terlalu menonjol. Bocah kecil pendiam, tapi mempunyai dunia yang menyenagkan dan membawa hari-hariku penuh warna. Keakraban kami semakin bertambah seiring umur bertambah pula, dan ketika memasuki bangku SMA aku mulai merasakan kedekatan yang berbeda. Meski kami sama-sama mempunyai pacar saat itu, entah apa yang membuat Dito selalu ada untukku disaat aku membutuhkan, buhkan kekasihku. Samar kurasakan dalam hatiku bahwa memang aku mencintai laki-laki yang selalu menemani setiap malam mingguku selama bertahun-tahun, laki-laki yang mau mengantarku ke PUSKESMAS dan membelikan aku pembalut saat nyeri haidku datang, laki-laki yang rela menemaniku begadang untuk mengerjakan soal-soal matematika, laki-laki yang selalu memberikan aku hadiah special di hari ulang tahunku, laki-laki yang rela berkelahi melindungiku dari gangguan mantanku yang posesif, dan laki-laki yang selalu mengucapkan selamat pagi di pagi hari ku membuka mata, dan selamat malam disaat aku akan terlelap dalam mimpi.

Tak kusangka selama ini sebenarnya yang kucari, kusayang, dan kucinta ada di depan mataku. Rasa itupun semakin kusadari penuh saat Dito akan pergi meninggalkan Negara ini, hati dan bibirku masih tak kuasa berucap dan mengatakan bahwa aku mencintainya, aku akan menunggunya disini. Hari itu kepergiannya adalah hadiah paling menyedikan yang pernah ia beri selama ini di ulang tahun ke 17 tahhunku. Meski semua tak pernah kuucap, tapi aku beranikan berjanji pada diriku meski kami berbeda benua, akan tetap kunanti Dito-ku yang selama ini selalu menjagaku. Meskipun jarak memisahkan, hubungan kami masih tetap berlanjut meskipun terbatas, sampai akhirnya 10tahun penantianku akan dibayarnya hari ini. Hari ulang tahunku ke 27 tahun, Dito berjanji bukan hanya dia yang kuminta menjadi kado special, tapi dia akan memberikan aku kado special juga.

Jam tanganku menunjukan pukul 2 siang, masih belum nampak bayangan Dito datang. Mendung semakin menyelimuti bumi dan hatiku. Rasanya aku tak sabar, ingin menuntaskan semua teka-teki Dito, aku benci menunggu Dito tahu itu. Apakah sengaja ia membuatku menunggu, hadiah kejutan apa yang ia beri? Aku cukup bertemu dengannya saja sudah melegakan penantianku, dan aku ingin mengucapkan kerinduan dan cinta yang terpendam selama ini. Lemon tea keduaku baru saja diantarkan bersamaan seorang pria yang aku yakini adalah Dito-ku masuk dan menyapu pandangannya kesegala arah, sampai pandangannya berhenti menatapku, memicingkan matanya dan senyum terurai dari bibir tipisnya. Senyumku merekah seperti mawar yang sedang bermekaran, rasanya lega melihat pria yang sudah lama kurindu ada dihadapanku, Dito tak jauh berbeda dengan 10 tahun yang lalu, lesung pipinya masih menghiasi pipinya saat ia tersenyum, kumis dan jambang tipis membuatnya terlihat maskulin. Caranya menatapku juga masih sama seperti 10 tahun yang lalu.

Aku hampir tak bisa berkata-kata lagi saat kami berpelukan, pelukan hangat yang sudah lama kunantikan, dalam peluknya aku masih tak percaya bahwa ini Dito Abimanyu yang kunantikan selama 10 tahun ini, laki-laki yang kucintai diam-diam.

“aku kangen kamu Ran…” itu kata-kata Dito saat memelukku erat

“jangan pergi lagi yah Dit..” kataku penuh harap

“happy birthday sweetheart” ucapnya sambil mencium keningku, hal yang sudah lama kunanti, rasanya jika ini mimpi aku tak mau bangun segera.

Satu jam kami duduk berhadapan, tak banyak kata, kami hanya saling memandang, memuji, seakan tak habis-habisnya rasa rindu ini tercurahkan. Genggaman tangannya terasa hangat sampai kerelung hatiku, dan hujan rintik-rintik mulai membasahi bumi. Tapi kebersamaan kami hari ini berkahir saat tiba-tiba Dito mulai terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah yang banyak hingga pingsan, dan air mataku tak hentinya menangis. Ketakutan, resah, gelisah, cemas, sedih, marah, semuanya bercampur menjadi satu setelah ibunya memberitahukanku bahwa selama 10 tahun ini Dito telah berjuang melawan kanker paru-parunya. Dan ia melarikan diri dari rumah sakit tempatnya dirawat untuk menepati janjinya padaku, dokter yang merawatanya sudah tidak lagi berharap panjang. Hanya air mata dan raungan tak percaya memanggil namanya saat dokter sekali saja menggelengkan kepalanya mengisyaratkan kepergian Dito untuk selama-lamanya.


saat air mata dan hujan jatuh bersamaan, menyamarkan rindu dan cinta yang tak terucap,mengantarmu kembali padaNYA…”


Terima Kasih Mas DOY

Gue mau to the point  aja nih ngomongnya,,sebenernya gue lagi pengen nulis beberapa cerita, ide yang gue dapet begitu aja waktu gue lagi nonton Cabin In The Woods malem2...hahahhahaha

nah ide cerita gue adalah nulis tentang fiksi dibumbuin ama pengalaman gue plus cerita dari beberapa temen2 gue yang sepengalaman, yaitu sebuah kisah cinta yang belum terucap serta kerinduan mendalam untuk yang jauh disana, singkat cerita sih kasus Secret Admirer and LDR,, bakal ada 5 cerita yang gue tulis yaitu
Angin, Hujan, Senja, Awan, dan Pelangi masing-masing bakal punya kisahnya sendiri2....tulisan2 ini nantnya bakal gue posting juga di blog gue ini, seperti tulisan Angin yang udah gue posting , gue harap bg elo yang gak sengaja blog walking n baca tulisan2 gue, peliisss kasih komentar, masukan, n pendapat yah

karna bismillah, gue pingin dari tulisan amatir n sederhana ini bisa suatu hari kecetak jadi sebuah novel (amiiiinnn),, nah gue sempet ikut acara yang keren banget tgl 26 Juli kemarin yaitu #CreativeCharity , dan singkat cerita disitu gue ketemu ama salah satu penulis baru Indonesia yang juga baru aja menerbitkan bukunya, elo kenal kuk namanya mas Doy dan bukunya berjudul #KafeCinta :) 

ini dia mas DOY
nah, di acara #CreativeCharity kemarin mas DOY ngasih kita ilmu gimana Menulis Fiksi, gue antusias bgt dan semangat gue buat lanjutin tulisan gue yang tertunda jadi bangkit kembali (thx juga buat mas Alit n mbak Windy),,singkat cerita mas DOY ini jadi inspiring n semangat gue, kalau sebenernya kita bisa menghasilkan sebuah karya, asal kita gak vepet putus asa dan terus-terus belajar dari kesalahan kita ;)

satu lagi nih yang bikin gue seneng, setelah gue posting tulisan gue, gue mention ke mas DOY supaya beliau mau mampir n ngintip tulisan gue, yah syukur2 sama si mas ini juga dkasih komentar, masukan, dan saran 

cieee,,,mention gue difavorite-in ama mas DOY

so sekarang power n semangat gue makin nambah lagi buat ngwujud-in cita2 jaman anak2 gue dulu untuk bisa jadi penulis, masukan, saran, n kritikan membangun dari elo semua sangat gue nanti :))

"menjadi seorang penulis yang baik, tidak hanya cukup dengan menjadi pembaca yang baik, tapi juga menjadi pendengar, pengamat, dan perasa yang baik pula.....write by learning" ~ AMARI

ANGIN


“ketika semua telah terbang bersama angin, begitu pula kenangan yang baru saja pergi bersama angin yang mengantar kepulaganmu…….”

Jam dinding itu semakin berdenting keras, rasanya hampir setiap detiknya aku dapat mendengar dengan teramat jelas. Apa bisa sedetik saja dia berhenti berdenting, sedetik saja waktu berhenti apa bisa merubah semua keadaan? Sedetik saja jam dinding itu berhenti berdenting apa bisa mengubah sebuah perasaan yang baru saja hancur?

Motor yang kukendarai seperti tidak berjalan kencang meski spidometer telah ada di angka 60an, bahkan aku lebih merasakan derasnya air mata yang deras mengucur dari pelupuk mataku. Pandanganku semakin kabur oleh air mata yang terus mengalir seperti aliran sungai, hembusan angin yang menyentuh pipiku terasa ingin mengusap air mataku ini. Aku sudah tidak tau sudah berapa jauh aku mengendarai motorku ini sejak mengantarkan Banyu kembali ke kotanya.

Dua hari lalu memang sempat membuatku bersemangat dan seakan memiliki gairah hidup baru, Banyu laki-laki yang membuat hari-hariku penuh warna dan cerita, laki-laki yang aku kenal tanpa sengaja saat aku tersesat di kotanya, laki-laki yang selalu penuh pengertian, laki-laki yang usianya 6tahun lebih tua dariku. Dia mengabarkan melalui media sosial bahwa ia akan datang ke kotaku untuk menemuiku. Aku sangat dan teramat bersemangat, bagaimana tidak dialah yang kuyakini akan menjadi cinta sejatiku, meskipun aku selama ini hanya menjadi pengagum rahasianya.

Hampir 3tahun setelah pertemuan pertama kami dikotanya akhirnya hari ini kami bisa bertemu kembali, cukup mengakegetkan untukku mendapat kabar darinya ia akan datang, hari ini selesai aku siaran aku sudah berjanji akan menjemputnya di stasiun kereta api. Aku tau Banyu sangat suka sekali berpergian dengan jalur darat, dan kereta api adalah salah satu transportasi favoritnya sama sepertiku. Meski sudah lama sekali kami tidak berjumpa, tapi aku masih ingat wajah maskulinnya, kacamata yang bertengger masnis, dan topi favoritnya yang hampir selalu aku temui disetiap fotonya.

Aku berusaha datang lebih awal, terakhir Banyu memberi kabar padaku melalui twitter bahwa keretanya akan datang pukul 16.30 dan aku sudah berada di stasiun pukul 15.45. sekali lagi aku memperhatikan penampilanku dari cermin besar yang ada diruang tunggu stasiun, aku merapikan kembali poniku yang sempat berantakan karna angin saat aku mengendarai motor tadi. Aku masih sempat mengupdate twitterku sekaligus memberi tahu pada Banyu bahwa aku sudah menantinya di peron 1, tempat nanti keretanya akan tiba.

Hampir 2jam aku menunggu, meski mulai gelisa tapi entah kenapa rasa bahagia yang menyelimuti hatiku mengalahkan semua kejenuhanku menunggu, kerinduanku mengalahkan semua ketidak sabaranku. Petugas stasiun memberitahukan melalui pengeras suara bahwa kereta yang ditumpangi Banyu sebentar lagi akan memasuki stasiun. Jantungku seperti bekerja 1000x, degupannya lebih kencang, debarannya bahkan bisa kudengarkan meski suara petugas stasiun yang kencang hampir memekakan telinga orang yang mendengar, kebisingan para calon penumpang dan para penjemput lain membuat telinga semakin bising mendengarnya, tapi degupan jantung menanti Banyu datang ini masih jelas bisa kudengar.

Kereta berwarna orange dipadu hijau itu perlahan memasuki stasiun, dan senyumku pun sudah mengembang terlebih saat kereta mulai berhenti dan penumpangnya turun dari masing-masing gerbong. Badanku yang kecil memaksa berjinjit untu mencari sosok Banyu. Kutengok kesegala arah untuk menemukan sosok laki-laki yang 3 tahun ini membuatku mengerti arti jatuh cinta. Seperti cerita perahu kertas, dimana Kugi mempunyai radar Neptunus, demikian pula aku saat ini. Aku percaya bahwa radar Neptunus itu memang ada, dan kutemukan Banyu berdiri menatapku. Kaos biru, jaket merah, celana jins, topi biru, sepatu coklat,dan tas ransel hitamnya langsung membuatku mengenali bahwa itu Banyu. Jarak kami hanya beberapa langkah, tapi aku masih terpatung terdiam seakan hampir tak percaya, dia ada dihadapanku sekarang. Senyuman khasnya meyakinkanku untuk maju melangkah menghampiri sosok laki-laki manis dihadapanku ini, dan tak kuasa aku ingin memeluknya. Iya…,benar dia Banyu-ku, dia laki-laki yang telah membuatku jatuh cinta, membuatku mengerti arti sebuah penantian, membuatku mengerti arti kesabaran, dan aku dalam pelukannya sekarang.

Malam pertama Banyu sampai di kotaku ini kami habiskan untuk berwisata malam, mengelilingi kotaku dan berfoto-foto. Meski ini menjadi pertemuan pertama kami setelah 3tahun berlalu dan berkomunikasi hanya melalui jejaring sosial, tapi aku merasakan kenyamanan dan seperti hampir setiap hari kami bertemu. Rasa aman, nayaman, dan cair antara kami semakin menghangat ketika Banyu mengenggam tanganku saat kami menyusuri alun-alun kota yang masih ramai pengunjung di malam minggu ini.

“keturutan yah, malam minggunya gak sendiri lagi” kata Banyu sambil menggengam erat tanganku
“iya…akhirnya” kataku sambil memandangi langkah kaki kami yang melangkah bersamaan , kanan…kiri..kanan..kiri..kanan….

Banyu menghentikan langkahnya dan kami saling berhadapan, tubuhku yang kecil seperti tenggelam dalam postur tubuhnya yang lebih tingg dariku, tinggi badan ku hanya sebatas pundaknya. Aku menatap Banyu penuh kehangatan, rasanya aku ingin menghentikan waktu, agar kebersamaanku dengannya bisa semakin lama. Agar aku bisa menghirup wangi parfum dari tubuhnya, dan kuhafalkan dalam memori ingatanku. Banyu menatapku seperti ingin mengatakan sesuatu, entah apa yang ingin dia katakana. Senyum penuh rahasia itu semakin membuatku hampir meleleh malam itu, meski udara malam ini bisa membekukan air sekalipun, tapi hanya kehangatan yang kurasakan, terlebih dari senyumannya.

“kenapa? Kuk diem?” tanyaku tak sabar karna semakin aku menikmati senyumannya bisa membuatku meleleh dihadapannya.
“kamu cantik Anggina….” Katanya dan tiba-tiba memelukku dalam dekapannya

Tuhan, degup jantung siapa yang aku dengar ini? Apa degup jantungku? Atau degup jantung Banyu? Tuhan, aku memohon sepenuh hati, biarkan laki-laki ini yang menjadi bagian dari  hidupku. Jika kau kabulkan aku berjanji akan menjaganya sebaik mungkin.

Hari kedua Banyu berada dikotaku, kami habiskan untuk berkunjung ke rumahku dan ia ingin berkenalan dengan kedua orang tuaku. Setelah itu kami menghabiskan hampir seharian mencicipi kuliner dan berkeliling kota, Banyu memang tidak lama, besok ia akan kembali ke kotanya. Malam ini aku menemani Banyu yang ingin menghabiskan waktu dengan ku, kami memutuskan tidak tidur dan menyusuri kota, sampai akhirnya kami beristirahat sejenak dipinggir jalan yang masih ada beberapa penjual kopi jalanan yang membuka lapaknya sampai subuh nanti. Kegemaran kami minum kopi juga yang semakin membuat kedekatan itu semakin terasa. Tapi semua berubah menjadi dingin, sedingin angina malam itu ketika kartu merah berhias tinta emas itu ada ditanganku. Seperti sedang hujan es batu yang aku rasakan, kehangatan dan kenyamanan yang aku rasakan menjauh pergi dariku, berganti dengan dingnnya angina malam yang mengusik dan hujan es batu yang menghujam hatiku.

“aku harap kamu datang yah, aku sudah menepati janji kita…siapa yang akan menikah terlebih dahulu, dia harus memberikan undangannya secara langsung…”

Mataku seperti tak percaya menatap undangan pernikahan Banyu Satria dan Cantika Melani yang ada di genggamanku, lalu kebodohan apa yang selama ini kuperbuat? Laki-laki yang aku nantikan, laki-laki yang kuyakini akan menjadi bagian dari hidupku, dia……

Perjalanan pulang kembali ke hotel tempat Banyu menginap seperti menjadi sangat lama dan jauh sekali, bibirku tak lagi bisa mengucapkan kata-kata, otakku terasa membeku karna dinginnya malam yang mampu membekukan apapun yang ada, hanya pelukan eratku pada Banyu yang mengendarai motor yang bisa kulakukan. Pelukanku mengisyaratkan bahwa aku tidak ingin dia kembali, aku ingin dia disini, aku ingin mengatakan isi hatiku sebenarnya, tapi bibirku dan lidahku terasa keluh. Entah apa dia menyadarinya atau tidak. Aku benci mengapa air mataku tidak mau menetes agar aku sedikit lega, kenapa tubuh, otak dan hatiku tidak saling memahami satu sama lain. Rasanya seperti mimpi kemarin malam yang indah, dan menjadi mimpi buruk penuh lara. Apa yang harus kulakukan sekarang?

Sebelum Banyu naik kedalam bus yang akan mengantarnya pulang, hati dan bibirku masih bersitegang, aku ingin memberitahu, hanya memberitahu saja pada laki-laki yang akan menjadi milik seorang wanita ini, bahwa aku berterima kasih karnanya aku mengerti arti dari jatuh cinta, arti sebuah kesabaran, arti sebuah penantian, dan bahwa aku mencintainya. Mengapa sulit sekali untukku berucap, entah senyum palsu seperti apa yang aku berikan padanya mulai semalam, senyum penuh dusta, dan mengapa air mata ini tak kunjung menetes meski rasanya dia ingin segera bercucuran. Detik –detik aku melihat punggung itu mulai berlalu pergi, semakin sakit dan semakin getir rasanya, aku ingin berteriak memanggil namanya, aku berharap dia menengok kearahku,dan semakin aku melihatnya berlalu menjauh sampaiakhirnya menghilang dalam keramaian penumpang lain yang mulai memasuki bus yang Banyu tumpangi.
Aku tak sanggup lagi melihat bus yang ia tumpangi perlahan pergi, kupacuh kembali motorku dan baru seketika itu air mata yang sudah mengendap semalaman minta untuk diteteskan mengalir deras membasahi pipiku. Sungguh aku masih tidak percaya, ada apa denganku? Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku mencintainya, aku hanya ingin dia tahu dan semua gelap……
Jam dinding rumah sakit itu semakin membisingkan telingaku, dentingannya memakasaku untuk kembali sadar.  Entah aku tidak seberapa ingat lagi apa yang terjadi padaku setelah aku terjatuh dari motorku dan ada seseorang yang memanggil-manggil namaku, lalu semua hilang. Bau khas rumah sakit yang sangat kubenci menyadarkan seluruh saraf otakku untuk bekerja kembali dan kulihat adikku sedang tertidur pulas di sofa, aku mendapati sebuah kertas yang ada digenggamanku, ku. Kucoba sekuat tenaga membuka kertas itu, dan membaca tulisan yang ada didalamnya…


“Anggina….semoga saat kamu baca tulisan ini kamu sudah sadar sepenuhnya. Sudah lima hari aku berdoa disampingmu, menemanimu agar kamu segera sadar, tapi maafkan aku….aku harus kembali, aku harus memenuhi janji suciku. Anggina …aku mengerti dan aku tahu apa isi hatimu untukku, jika aku bisa kembali memutar waktu dan menghentikannya , hari ini aku menginginkan kamu yang ada disampingku, kamu yang akan menjadi pendamping hidupku. Tapi  maafkan aku sayang, aku terlalu takut mengakui jika aku juga mencintaimu . meski raga kita tidak bersama, tapi darahku ada dalam tubuhmu sekarang, darahku telah menjadi bagian dari hidupmu…semoga jika kita dpertemukan kembali, aku tidak akan membohongi diriku sendiri….. aku akan jujur mngatakan padamu bahwa aku mencntaimu Anggina Prameswari…….” Banyu


“….jika angin kembali berhembus, aku berharap angin akan membawa kembali kenangan yang sempat pergi bersamanya, jika angin datang menyentuh diriku…akan kutangkap sebanyak-banyaknya kenangan itu kembali”  ~