“ketika semua telah
terbang bersama angin, begitu pula kenangan yang baru saja pergi bersama angin
yang mengantar kepulaganmu…….”
Jam dinding itu semakin
berdenting keras, rasanya hampir setiap detiknya aku dapat mendengar dengan
teramat jelas. Apa bisa sedetik saja dia berhenti berdenting, sedetik saja
waktu berhenti apa bisa merubah semua keadaan? Sedetik saja jam dinding itu
berhenti berdenting apa bisa mengubah sebuah perasaan yang baru saja hancur?
Motor yang kukendarai seperti
tidak berjalan kencang meski spidometer telah ada di angka 60an, bahkan aku
lebih merasakan derasnya air mata yang deras mengucur dari pelupuk mataku.
Pandanganku semakin kabur oleh air mata yang terus mengalir seperti aliran
sungai, hembusan angin yang menyentuh pipiku terasa ingin mengusap air mataku
ini. Aku sudah tidak tau sudah berapa jauh aku mengendarai motorku ini sejak
mengantarkan Banyu kembali ke kotanya.
Dua hari lalu memang sempat
membuatku bersemangat dan seakan memiliki gairah hidup baru, Banyu laki-laki yang
membuat hari-hariku penuh warna dan cerita, laki-laki yang aku kenal tanpa
sengaja saat aku tersesat di kotanya, laki-laki yang selalu penuh pengertian,
laki-laki yang usianya 6tahun lebih tua dariku. Dia mengabarkan melalui media
sosial bahwa ia akan datang ke kotaku untuk menemuiku. Aku sangat dan teramat
bersemangat, bagaimana tidak dialah yang kuyakini akan menjadi cinta sejatiku,
meskipun aku selama ini hanya menjadi pengagum rahasianya.
Hampir 3tahun setelah pertemuan
pertama kami dikotanya akhirnya hari ini kami bisa bertemu kembali, cukup
mengakegetkan untukku mendapat kabar darinya ia akan datang, hari ini selesai
aku siaran aku sudah berjanji akan menjemputnya di stasiun kereta api. Aku tau
Banyu sangat suka sekali berpergian dengan jalur darat, dan kereta api adalah
salah satu transportasi favoritnya sama sepertiku. Meski sudah lama sekali kami
tidak berjumpa, tapi aku masih ingat wajah maskulinnya, kacamata yang
bertengger masnis, dan topi favoritnya yang hampir selalu aku temui disetiap
fotonya.
Aku berusaha datang lebih awal,
terakhir Banyu memberi kabar padaku melalui twitter bahwa keretanya akan datang
pukul 16.30 dan aku sudah berada di stasiun pukul 15.45. sekali lagi aku
memperhatikan penampilanku dari cermin besar yang ada diruang tunggu stasiun,
aku merapikan kembali poniku yang sempat berantakan karna angin saat aku
mengendarai motor tadi. Aku masih sempat mengupdate twitterku sekaligus memberi
tahu pada Banyu bahwa aku sudah menantinya di peron 1, tempat nanti keretanya
akan tiba.
Hampir 2jam aku menunggu, meski
mulai gelisa tapi entah kenapa rasa bahagia yang menyelimuti hatiku mengalahkan
semua kejenuhanku menunggu, kerinduanku mengalahkan semua ketidak sabaranku.
Petugas stasiun memberitahukan melalui pengeras suara bahwa kereta yang
ditumpangi Banyu sebentar lagi akan memasuki stasiun. Jantungku seperti bekerja
1000x, degupannya lebih kencang, debarannya bahkan bisa kudengarkan meski suara
petugas stasiun yang kencang hampir memekakan telinga orang yang mendengar,
kebisingan para calon penumpang dan para penjemput lain membuat telinga semakin
bising mendengarnya, tapi degupan jantung menanti Banyu datang ini masih jelas
bisa kudengar.
Kereta berwarna orange dipadu
hijau itu perlahan memasuki stasiun, dan senyumku pun sudah mengembang terlebih
saat kereta mulai berhenti dan penumpangnya turun dari masing-masing gerbong.
Badanku yang kecil memaksa berjinjit untu mencari sosok Banyu. Kutengok
kesegala arah untuk menemukan sosok laki-laki yang 3 tahun ini membuatku
mengerti arti jatuh cinta. Seperti cerita perahu kertas, dimana Kugi mempunyai
radar Neptunus, demikian pula aku saat ini. Aku percaya bahwa radar Neptunus
itu memang ada, dan kutemukan Banyu berdiri menatapku. Kaos biru, jaket merah,
celana jins, topi biru, sepatu coklat,dan tas ransel hitamnya langsung
membuatku mengenali bahwa itu Banyu. Jarak kami hanya beberapa langkah, tapi
aku masih terpatung terdiam seakan hampir tak percaya, dia ada dihadapanku
sekarang. Senyuman khasnya meyakinkanku untuk maju melangkah menghampiri sosok
laki-laki manis dihadapanku ini, dan tak kuasa aku ingin memeluknya. Iya…,benar
dia Banyu-ku, dia laki-laki yang telah membuatku jatuh cinta, membuatku
mengerti arti sebuah penantian, membuatku mengerti arti kesabaran, dan aku
dalam pelukannya sekarang.
Malam pertama Banyu sampai di
kotaku ini kami habiskan untuk berwisata malam, mengelilingi kotaku dan
berfoto-foto. Meski ini menjadi pertemuan pertama kami setelah 3tahun berlalu
dan berkomunikasi hanya melalui jejaring sosial, tapi aku merasakan kenyamanan
dan seperti hampir setiap hari kami bertemu. Rasa aman, nayaman, dan cair
antara kami semakin menghangat ketika Banyu mengenggam tanganku saat kami
menyusuri alun-alun kota yang masih ramai pengunjung di malam minggu ini.
“keturutan yah, malam minggunya
gak sendiri lagi” kata Banyu sambil menggengam erat tanganku
“iya…akhirnya” kataku sambil
memandangi langkah kaki kami yang melangkah bersamaan ,
kanan…kiri..kanan..kiri..kanan….
Banyu menghentikan langkahnya dan
kami saling berhadapan, tubuhku yang kecil seperti tenggelam dalam postur
tubuhnya yang lebih tingg dariku, tinggi badan ku hanya sebatas pundaknya. Aku
menatap Banyu penuh kehangatan, rasanya aku ingin menghentikan waktu, agar
kebersamaanku dengannya bisa semakin lama. Agar aku bisa menghirup wangi parfum
dari tubuhnya, dan kuhafalkan dalam memori ingatanku. Banyu menatapku seperti
ingin mengatakan sesuatu, entah apa yang ingin dia katakana. Senyum penuh
rahasia itu semakin membuatku hampir meleleh malam itu, meski udara malam ini
bisa membekukan air sekalipun, tapi hanya kehangatan yang kurasakan, terlebih
dari senyumannya.
“kenapa? Kuk diem?” tanyaku tak
sabar karna semakin aku menikmati senyumannya bisa membuatku meleleh
dihadapannya.
“kamu cantik Anggina….” Katanya
dan tiba-tiba memelukku dalam dekapannya
Tuhan, degup jantung siapa yang
aku dengar ini? Apa degup jantungku? Atau degup jantung Banyu? Tuhan, aku
memohon sepenuh hati, biarkan laki-laki ini yang menjadi bagian dari hidupku. Jika kau kabulkan aku berjanji akan
menjaganya sebaik mungkin.
Hari kedua Banyu berada dikotaku,
kami habiskan untuk berkunjung ke rumahku dan ia ingin berkenalan dengan kedua
orang tuaku. Setelah itu kami menghabiskan hampir seharian mencicipi kuliner
dan berkeliling kota, Banyu memang tidak lama, besok ia akan kembali ke
kotanya. Malam ini aku menemani Banyu yang ingin menghabiskan waktu dengan ku,
kami memutuskan tidak tidur dan menyusuri kota, sampai akhirnya kami
beristirahat sejenak dipinggir jalan yang masih ada beberapa penjual kopi
jalanan yang membuka lapaknya sampai subuh nanti. Kegemaran kami minum kopi
juga yang semakin membuat kedekatan itu semakin terasa. Tapi semua berubah
menjadi dingin, sedingin angina malam itu ketika kartu merah berhias tinta emas
itu ada ditanganku. Seperti sedang hujan es batu yang aku rasakan, kehangatan
dan kenyamanan yang aku rasakan menjauh pergi dariku, berganti dengan dingnnya
angina malam yang mengusik dan hujan es batu yang menghujam hatiku.
“aku harap kamu datang yah, aku
sudah menepati janji kita…siapa yang akan menikah terlebih dahulu, dia harus
memberikan undangannya secara langsung…”
Mataku seperti tak percaya
menatap undangan pernikahan Banyu Satria dan Cantika Melani yang ada di
genggamanku, lalu kebodohan apa yang selama ini kuperbuat? Laki-laki yang aku
nantikan, laki-laki yang kuyakini akan menjadi bagian dari hidupku, dia……
Perjalanan pulang kembali ke
hotel tempat Banyu menginap seperti menjadi sangat lama dan jauh sekali,
bibirku tak lagi bisa mengucapkan kata-kata, otakku terasa membeku karna
dinginnya malam yang mampu membekukan apapun yang ada, hanya pelukan eratku
pada Banyu yang mengendarai motor yang bisa kulakukan. Pelukanku mengisyaratkan
bahwa aku tidak ingin dia kembali, aku ingin dia disini, aku ingin mengatakan
isi hatiku sebenarnya, tapi bibirku dan lidahku terasa keluh. Entah apa dia
menyadarinya atau tidak. Aku benci mengapa air mataku tidak mau menetes agar
aku sedikit lega, kenapa tubuh, otak dan hatiku tidak saling memahami satu sama
lain. Rasanya seperti mimpi kemarin malam yang indah, dan menjadi mimpi buruk
penuh lara. Apa yang harus kulakukan sekarang?
Sebelum Banyu naik kedalam bus
yang akan mengantarnya pulang, hati dan bibirku masih bersitegang, aku ingin
memberitahu, hanya memberitahu saja pada laki-laki yang akan menjadi milik
seorang wanita ini, bahwa aku berterima kasih karnanya aku mengerti arti dari
jatuh cinta, arti sebuah kesabaran, arti sebuah penantian, dan bahwa aku
mencintainya. Mengapa sulit sekali untukku berucap, entah senyum palsu seperti
apa yang aku berikan padanya mulai semalam, senyum penuh dusta, dan mengapa air
mata ini tak kunjung menetes meski rasanya dia ingin segera bercucuran. Detik
–detik aku melihat punggung itu mulai berlalu pergi, semakin sakit dan semakin
getir rasanya, aku ingin berteriak memanggil namanya, aku berharap dia menengok
kearahku,dan semakin aku melihatnya berlalu menjauh sampaiakhirnya menghilang
dalam keramaian penumpang lain yang mulai memasuki bus yang Banyu tumpangi.
Aku tak sanggup lagi melihat bus
yang ia tumpangi perlahan pergi, kupacuh kembali motorku dan baru seketika itu
air mata yang sudah mengendap semalaman minta untuk diteteskan mengalir deras
membasahi pipiku. Sungguh aku masih tidak percaya, ada apa denganku? Aku hanya
ingin dia tahu bahwa aku mencintainya, aku hanya ingin dia tahu dan semua
gelap……
Jam dinding rumah sakit itu semakin
membisingkan telingaku, dentingannya memakasaku untuk kembali sadar. Entah aku tidak seberapa ingat lagi apa yang
terjadi padaku setelah aku terjatuh dari motorku dan ada seseorang yang
memanggil-manggil namaku, lalu semua hilang. Bau khas rumah sakit yang sangat
kubenci menyadarkan seluruh saraf otakku untuk bekerja kembali dan kulihat
adikku sedang tertidur pulas di sofa, aku mendapati sebuah kertas yang ada
digenggamanku, ku. Kucoba sekuat tenaga membuka kertas itu, dan membaca tulisan
yang ada didalamnya…
“Anggina….semoga saat kamu baca tulisan ini kamu sudah sadar
sepenuhnya. Sudah lima hari aku berdoa disampingmu, menemanimu agar kamu segera
sadar, tapi maafkan aku….aku harus kembali, aku harus memenuhi janji suciku.
Anggina …aku mengerti dan aku tahu apa isi hatimu untukku, jika aku bisa
kembali memutar waktu dan menghentikannya , hari ini aku menginginkan kamu yang
ada disampingku, kamu yang akan menjadi pendamping hidupku. Tapi maafkan aku sayang, aku terlalu takut
mengakui jika aku juga mencintaimu . meski raga kita tidak bersama, tapi
darahku ada dalam tubuhmu sekarang, darahku telah menjadi bagian dari
hidupmu…semoga jika kita dpertemukan kembali, aku tidak akan membohongi diriku
sendiri….. aku akan jujur mngatakan padamu bahwa aku mencntaimu Anggina
Prameswari…….” Banyu
“….jika angin kembali
berhembus, aku berharap angin akan membawa kembali kenangan yang sempat pergi
bersamanya, jika angin datang menyentuh diriku…akan kutangkap sebanyak-banyaknya
kenangan itu kembali” ~